Upaya Pembunuhan Terhadap Rasulullah SAW

Upaya kaum kafir membunuh Nabi Muhammad SAW dilakukan terang-terangan, atau bahkan secara diam-diam ala spionase

Hidayatullah.com–Kedengkian seringkali berujung kepada upaya mencelakakan orang yang dibenci. Inilah yang dialami Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam (SAW) pada perjalanan dakwahnya. Berbagai cara telah dilancarkan musuh-musuh Islam, kaum musyrikin, dan kafir. Dari mulai rayuan halus, ancaman, bahkan upaya pembunuhan.

Dalam sejarah tercatat, kaum kafir berulangkali berusaha membunuh Nabi Muhammad SAW. Ada yang dilakukan terang-terangan ketika terjadi peperangan terbuka. Namun, tak sedikit mereka melaksanakannya secara diam-diam ala spionase. Berikut ini beberapa upaya pembunuhan yang pernah dihadapi oleh Nabi SAW yang lebih dikenal dengan istilah ightiyal (pembunuhan diam-diam):

1. Kaum Quraisy pada Malam Hijrah ke Madinah

Kisah ini terjadi pada malam Hijrah Nabi SAW ke Madinah. Ketika itu, para pemuka Quraisy telah sepakat dalam pertemuan rahasia mereka di Dar an-Nadwah, sebuah rumah milik Qushay ibn Kilab. Mereka bersepakat membunuh Nabi SAW dengan melibatkan para  pemuda dari setiap kabilah Arab yang ada.

Pada saatnya tiba, mereka mulai mengawasi dan mengintai rumah Nabi SAW. Namun, dengan pertolongan Allah Subhanahu wa Ta’ala (SWT), Rasulullah SAW mengetahui hal tersebut. Ia lalu menyuruh Ali ibn Abi Thalib menggantikan posisinya di atas pembaringannya. Sedang Nabi SAW menyusup keluar rumah menuju Madinah bersama Abu Bakar.

Kisah ini dimuat dalam al-Qur’an. Allah SWT berfirman, “Dan (ingatlah), ketika orang-orang kafir (Quraisy) memikirkan daya upaya terhadapmu untuk menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu atau mengusirmu. Mereka memikirkan tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya.” (Al-Anfal: 30).

2. Suraqah ibn Malik al-Madlaji

Hadiah berupa seratus ekor unta betina yang hampir beranak rupanya menjadi daya pikat semua orang, tak terkecuali Suraqah ibn Malik, seorang pemuda dari Madlaji. Syaratnya, harus menangkap Nabi Muhammad SAW.

Diam-diam pemuda yang terkenal lihai mencari jejak ini menyelinap keluar kampung dengan menunggang kuda. Lengkap dengan baju besinya, ia mengejar Nabi SAW yang ketika itu lolos dari kepungan kaum kafir. Dengan ketangkasannya ia berhasil menyusul Nabi SAW yang sedang bersama Abu Bakar.

Tiba-tiba, ketika tangannya hendak menarik busur panah, sebuah kejadian aneh menimpanya. Tangannya berubah kelu, tak mampu berbuat apa-apa. Kaki kudanya ikut terbenam dalam pasir. Diikuti debu-debu pasir beterbangan di sekitarnya, hingga membuat matanya tak mampu melihat apa-apa lagi.

Dalam keadaan panik, Suraqah akhirnya berteriak menyerah. Rasulullah SAW lalu menoleh seraya tersenyum dan berdoa. Aneh, seketika kaki kuda Suraqah terbebas dari jepitan pasir. Suraqah merasa heran dan kagum. Singkat kata, Suraqah akhirnya menyatakan keislamannya. Meski ketika itu, Suraqah  pulang ke Makkah masih menyembunyikan identitas keislamannya.

3. Umair ibn Wahab dan Shafwan ibn Umayyah

Suatu hari usai perang Badar, Shafwan ibn ‘Umayyah dan karibnya ‘Umair bin Wahab bercakap-cakap di dekat Ka’bah. Mereka berdua merencanakan sesuatu hal yang sangat rahasia. Ingin membunuh Nabi Muhammad SAW sebagai balas dendam atas kematian keluarganya dalam perang Badar.

“Tenanglah, demi Latta dan Uzza, aku siap menjaga anak dan keluargamu. Makan-minum mereka menjadi tanggunganku. Binasa mereka adalah binasaku. Darah mereka adalah darahku. Hidup mereka adalah hidupku dan mati mereka adalah matiku,” sumpah Shafwan  meyakinkan sahabatnya, ‘Umair.

Mendengar janji setia itu, ‘Umair akhirnya menyatakan kesiapannya membunuh Nabi SAW. Dengan sebilah pedang tajam beracun, ‘Umair berangkat ke kota Madinah mengejar buruannya. Apa daya, rupanya gerak-geriknya mengundang kecurigaan ‘Umar ibn Khaththab yang langsung menangkapnya.

Di hadapan Nabi SAW, ‘Umair mengelak dengan berkata ingin menebus tawanan kaum musyrikin. Mendengar hal itu, Nabi SAW langsung menukas, “Dusta kamu! Bukankah engkau dan Shafwan duduk di dekat  Ka’bah sepuluh hari yang lalu. Shafwan berkata padamu begini-begini. Sedang kamu berkata padanya begini-begini. Lalu kamu datang untuk membunuhku. Namun, Allah tak akan menguasakan kepadamu untuk membunuhku.”

Mendengar penuturan itu, ‘Umair terkejut bukan kepalang. Sebab, ia merasa telah merahasiakan pembicaraan mereka. Dengan penuh penyesalan dan tulus ‘Umair menyatakan keislamannya langsung di hadapan Rasulullah SAW.

4. Tsumamah ibn Atsal

Ketika masa penyebaran dakwah Islam, Tsumamah ibn Atsal termasuk di antara para penguasa Arab yang menerima ajakan dakwah dari Rasulullah SAW. Namun, alih-alih mengiyakan, Tsumamah justru tersinggung dan merasa dihina. Sejak itu, Tsumamah memutuskan ingin membunuh Rasulullah SAW. Berkali-kali Tsumamah berusaha membunuh Rasulullah SAW, namun menemui kegagalan.

Malang tak dapat ditolak, suatu hari Tsumamah justru kepergok kaum Muslimin di kota Madinah. Akhirnya,  ia ditawan bersama beberapa kaum musyrikin lainnya. Selama masa penawanan, diam-diam rupanya Tsumamah menaruh simpati kepada Rasulullah SAW. Sebab selama itu, ia mendapat perlakuan yang baik dan merasa sangat disantuni. Terlebih tak lama kemudian Tsumamah dibebaskan dari tawanan.

Keluar dari tawanan, ia bergegas ke sebuah sumur di dekat Baqi’. Di sana ia mandi dan bersuci. Setelah itu, Tsumamah kembali ke masjid Rasulullah dan bersyahadat di tengah keramaian umat Islam saat itu.

Setelah itu, ia menghadap Rasulullah SAW seraya berkata, “Wahai Muhammad, demi Allah dulu kamu adalah orang yang paling saya benci di muka bumi ini, sekarang kamu menjadi orang yang sangat saya cintai. Dulu agamamu adalah agama yang saya benci, tapi hari ini agamamu adalah agama yang saya sukai. Dulu negerimu adalah negeri yang saya benci, tapi kini berubah menjadi negeri yang saya sukai. Dulu saya telah membunuh para sahabatmu, lalu  apa hukumanku saat ini?”

Sambil tersenyum Rasulullah SAW menjawab, “Tak ada cercaan dan hinaan bagimu sekarang. Islam telah memutus dosa-dosa yang lalu dan menghapusnya. ”

5. Yahudi Bani Nadhir

Pasca peristiwa Raji’ dan Bi’ru Ma’unah yang menewaskan puluhan kaum Muslimin, Yahudi Bani Nadhir di kota Madinah merasa di atas angin lagi. Mereka kembali menyusun pengkhianatan yang berujung kepada upaya pembunuhan terhadap Rasulullah SAW.

Suatu hari Rasulullah SAW bersama beberapa orang sahabatnya mendatangi Bani Nadhir, meminta bantuan membayar diyat (tebusan) dua orang Bani Kilab yang terbunuh secara tak sengaja oleh seorang sahabat. Mereka lalu mempersilakan Rasulullah SAW dan beberapa sahabatnya menunggu di suatu tempat. “Kami mematuhinya, wahai Abul Qasim. Duduklah di sini sampai kami dapat memenuhi janji,” ujar salah seorang dari mereka. Rupanya, ketika itu Bani Nadhir diam-diam menyusun makar jahat mereka. Sebagian  mereka lalu pergi menyiapkan sebuah batu besar untuk digelindingkan dari atas rumah tempat Nabi SAW menunggu di bawah.

Dengan pertolongan wahyu Allah SWT, kejadian yang hanya menunggu hitungan waktu tersebut buyar.  Rasulullah SAW segera meninggalkan posisinya tanpa diketahui oleh siapa pun. Setelah itu, para sahabat juga menyusul kembali ke Madinah. Sampai di Madinah, Nabi SAW lalu membeberkan rencana busuk orang-orang Yahudi Bani Nadhir tersebut.

Usai kejadian tersebut, Rasulullah SAW tak lagi memberi maaf kepada Bani Nadhir. Klimaksnya, Rasulullah SAW menegaskan pengusiran mereka dari kota Madinah. [Masykur/Sahid/hidayatullah.com]

(copy from hidayatullah.com)

Tinggalkan komentar